Hari Raya Idul Adha yang baru lalu, kita sholat di mesjid baru di Punggol, mesjid Al Islah. Pagi itu, kabus asap menggantung tebal, menyelimuti Singapura, termasuk Punggol. Tapi kita tidak patah semangat. Ayo, bangun pagi dan pergi ke mesjid! Pakai masker! (Ternyata hari itu psi reading di Singapura mencapai tingkat tertinggi, 300 lebih, yang menyebabkan sekolah ditutup keesokan harinya)
Sampai di mesjid, sudah banyak jemaah datang.
Jemaah wanita sholat di lantai 2, yang dicapai dengan lift dan tangga. Hm...liftnya hanya ada dua dan berjalan lambat, kami, saya dan ibu, berdesakan menunggu giliran menggunakan. Ternyata, lantai tiga dipakai untuk sholat oleh jamaah laki-laki, makin panjanglah antrian lift. Untungnya, kami diutamakan karena ibu termasuk golongan senior citizen.
Sampai di lantai dua, saya bertanya kepada mbak-mbak panitia penyelenggara sholat ied, di mana para sepuh boleh sholat sambil duduk di kursi. Alhamdulillah, ternyata pihak mesjid sudah menyediakan tempat khusus untuk mereka. Saya antar ibu ke tempat sholat khusus ini, dan lalu saya mencari tempat untuk saya sendiri, tidak jauh dari ibu.
Ternyata, sholat Ied di mesjid Al Islah dibagi dalam dua gelombang karena jumlah jemaah yang melebihi kapasitas mesjid. Sesudah gelombang kita pagi itu, mesjid masih mengadakan sholat Ied sekali lagi. Ooo begitu.
Pulang sholat, kita makan pagi bersama. Maaf ya, hari raya kali ini sans lontong dan ketupat. Bunda Dyah sibuk ini itu seminggu ini, dia baru sempat memasak opor, semur dan rendang malam menjelang hari raya. Pergi ke supermarket siang hari itu, tapi lontong dan ketupat sudah habis. Hehehe...ya sudah tidak apa.
Sederhana saja menunya. Tapi enak juga :)
Kita sekeluarga termasuk Ibu beserta Oma-Opa dan Eyang Toeti berkurban sapi. Alhamdulillah. Insya Allah, amalan kita diterima Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar